Jadi pikiran manusia tidak hanya bergerak secara horizontal, tetapi juga secara vertikal, yakni dari pengalaman metafisik, dari pengertian natural ke pengertian supranatural.

Dalam setiap taraf, kebenaran dicapai secara langsung dan sebagai secara tidak langsung. Pengertian yang langsung secara sadar, signate adalah terbatas. Tetapi secara exercite, pada hakikatnya, pengertian langsung tadi sangat kaya, padat dengan informasi. Pengertian yang tidak langsung diperoleh dengan mengadakan explorasi pada serta ekspilitasi dari daerah yang padat informasi tadi, dan kemudian memastikanya.

Apabila hausnya akan pengertian itu terpuaskan, maka ini bearti pengakhiran ketidaktahuan. Lepas dari ke tidak tahuan dan kebodohan adalah sesuatu yang membahagiakan. Sebab ketidaktahuan dan kebodohan adalah kegelapan, sumber dari banyak penderitaan. Dan pengertian adalah pengertian akan kebenaran akan membebaskanya. Akhirnya kebenaran yang sempurna akan membebaskan manusia dari segala deritanya, dan membuatnya bahagia selamanya. Inilah akhir tertinggi dari manusia.

Maka menggingat dari semuanya yang tersebut diatas, adalah merupakan tugas manusia yang hakiki untuk mencari kebenaran dan menggunakan segala yang ada guna mencapainya.Tetapi mencari tidak boleh asal mencari. Kita harus tahu, tidak hanya dimana tetapi bagaimana mencarinya. Oleh karena itu kita harus mengetahui cara-cara atau teknik-teknik mencari atau memastikan kebenaran. dan hal-hal tersebut dipelajari dalam logika.

Secara alami pemikiran (penalaran) manusia bergerak dari pengetahuan pra-predikatif ke pengetahuan predikatif. Tetapi gerak alamiah ini bukanya berhenti hanya pada keputusan atau prediksi. Karena saya dapat mencampurkan dua keputusan sedemikian rupa sehingga dari kombinasi tersebut terbitlah suatu pandangan, yang andaikata masing-masing keputusan tadi dipandang sendirian tidak akan menerbitkan pandangan tersebut. Misalnya keputusan : "Semua materi pasti akan hancur, "kemudian saya dapat membuat sebuah keputusan lainya lagi, misalnya : "Badan manusia itu adalah materi." Dalam kejadian seperti ini dalam pemikiran saya terdapat gerakan alamiah, sehingga keluarlah keputusan ketiga : ". Maka badan manusia pasti akan hancur." Antara keputusan pertama dan keputusan kedua terdapat suatu hubungan tertentu, demikian juga antara subjeck dan preikatnya, sehingga dengan cara alamiah saya dapat menghubungkan subjek dari keputusan kedua dengan predikat dari keputusan pertama. Istilah teknis yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut disebut: menyimpulkan.

Tetapi dalam bentuk-bentuk lainya, hubungan semacam itu dapat tidak ada sehingga gerak alamiah ke suatu kesimpulan tidak terwujud. Misalnya kombinasi :" Entit Suwandi seorang mahasiswa" dengan " Manusia akan mati ". Dari kedua keputusan ini saya tidak melihat kemungkinan membuat kesimpulan. Kalau ada orang yang kemudian menyimpulkan: "Entit Suwandi akan mati", Kiranya segera akan ada orang yang mengatakan bahwa kesimpulan tersebut tidak logis, meskipun diakui bahwa kesimpulan tersebut benar.

Jelas kiranya, bahwasanya terdapat hukuman-hukuman yang harus ditaati oleh setiap proses pemikiran atau penalaran. Tetapi berfikir yang baik yakni berfikir logis dialektis harus mengindahkan bukan hanya kebenaran bentuk atau hukum-hukum, tetapi juga harus mengindahkan materi pemikiran beserta kriterianya. Hukum-hukum tersebut diselidiki dan dirumuskan oleh logika. Sedangkan masalah kebenaran materi dan kriterianya dicari pada masing-masing bidangnya serta pada estimologi. Orang yang mengeksplisitkan teori logika, yakni menyusun logikamenurut pola yang dapat dipertanggung jawabkan, adalah Aristoteles. Dialah bapak ilmu logika, logike episteme, yang disebut juga logike techne. Seni berlogika

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top